Muktamar Muhammadiyah ke-48 akan diselenggarakan di Universitas Muhammadiyah Surakarta pada tanggal 1-5 Juli 2020. Logo Muktamar berbentuk gunungan yang dalam konsep Jawa adalah melambangkan pohon kehidupan yang melambangkan seisi alam semesta.
“Dalam pagelaran wayang, gunungan dipergunakan sebagai pembuka dan penutup pagelaran, sebagai tanda setiap pergantian adegan atau babak,” kata Ketua PP Muhammadiyah, Dahlan Rais. Bentuk gunungan bilangan 48 dalam tulisan Arab menjadi simbol dari muktamar ke-48 yang menjelaskan estafet dari periode ke periode menuju babak baru yang menunjukkan langkah pergerakan dinamis dalam mencapai tujuan Muhammadiyah sebagaimana dicita-citakan KH Ahmad Dahlan.
Gubahan gunungan dibentuk dari angka 48 dalam kaligrafi Arab. “Kaligrafi dan arsitektur melambangkan peradaban dan seni Islam yang bernilai tinggi,” terangnya. Sementara, angka 8 berbentuk seperti anak panah menghadap ke atas yang melambangkan perkembangan dan tujuan organisasi dalam membangun/membangkitkan peradaban Islam yang Berkemajuan.
Berbentuk lingkaran melambangkan kontinyu tanpa putus dan melintas batas. Semburat cahaya bersudut 48 menggambarkan energi, kekuatan, martabat, dan kecerdasan dan dapat diartikan juga sebagai simbol pencerahan yang menggembirakan dalam Muktamar ke-48. Pancaran cahaya itu menyinari dunia sehingga menjadi rahmat bagi semesta. Sedangkan jenis huruf, penulisan Muktamar, tema dan seterusnya menggunakan jenis future. Artinya mempunyai karakter kokoh, modern, dan futuristik dalam spirit Islam berkemajuan untuk memajukan Indonesia dan mencerahkan semesta.
Kemudian background dari gunungan adalah simbolisasi dari alam semesta. Sekaligus menggambarkan lintas gerak cahaya (sinar) yang mencerminkan dinamisasi gerakan dakwah dan tajdid pencerahan Muhammadiyah di bumi Indonesia, yang terus bergerak dinamis melewati ruang dan waktu guna mencerahkan semesta sebagai aktualisasi Islam berkemajuan yang menyebarkan misi rahmatan lil-‘alamin.
Dalam saat bersamaan juga diluncurkan logo Muktamar ke 48 Aisyiyah. Logo Aisyiyah merupakan sebuah karya batik truntum yang dibuat oleh Kanjeng Ratu Kencana, Permaisuri dari Pakoe Boewono (PB) III yang merupakan salah satu motif batik Solo yang paling memukau di dunia. “Aisyiyah mencoba lebih menggali kepada budaya setempat,” urainya.
Secara etimologi, Trumtum berasal dari istilah Truntum Tuntum. Artinya senantiasa bersemi dan semarak. Polanya halus dan sederhana bermotif seperti taburan bunga bunga menyerupai kuntum melati. Biasanya batik Truntum dipakai pengantin perempuan dalam acara midodareni dan acara panggih.